Yang Bukan Kritikus Seni Rupa Boleh Ambil Bagian: Pengantar Buku soal Pameran Lukisan AI dari Denny JA
- Penulis : Maulana
- Rabu, 24 Juli 2024 08:07 WIB

Oleh Denny JA
COSMOABC.COM - Datangnya era artificial intelligence memungkinkan itu. Kreator yang memamerkan lukisannya bukanlah pelukis profesional, yang dikenal memiliki tradisi panjang di dunia lukisan. Pengulas pameran lukisan itu bukan pula kritikus seni rupa.
Memang, dua puluh lima penulis ini bukanlah kritikus seni rupa profesional. Mereka tidak belajar teori seni rupa, dan bukan pula yang berprofesi sebagai pelukis.
Mereka adalah sastrawan, penulis kolom, wartawan, aktivis keberagaman agama, ahli hukum, dan pengajar. Mereka melihat pameran lukisan, lalu menuliskan pengalamannya.
Lukisan yang mereka nikmati bukan pula lukisan biasa. Itu 186 lukisan karya seorang konsultan politik, saya sendiri, yang dibantu oleh asisten artificial intelligence.
Ruang pameran pun bukanlah Taman Ismail Marzuki atau galeri pada umumnya. Tempat memajang lukisan hanyalah dinding kosong sebuah hotel 6 lantai di jalan Mahakam, Jakarta, yang kemudian disulap menjadi galeri.
Baca Juga: Pandangan Denny JA soal Menangnya Gerakan Katakan Tidak pada Kewajiban Berjilbab di Iran
Di situlah uniknya. Ini era ketika terjadi demokratisasi seni rupa. Akibat kehadiran artificial intelligence, yang bukan pelukis profesional pun bisa menumpahkan gejolak batin dan visinya ke dalam kanvas.
Yang bukan kritikus seni rupa pun bisa mengekspresikan pengalamannya, tidak dengan teori seni rupa, tapi sisi human interest, kesan personal atas lukisan. Artificial intelligence pun bisa mereka gunakan untuk menambah bobot tulisan.
-000-
Baca Juga: Pandangan Denny JA soal Menangnya Gerakan Katakan Tidak pada Kewajiban Berjilbab di Iran
Membaca ulasan seni rupa 25 penulis ini, saya teringat review Amelia Brown. Saat itu ia menghadiri dan menikmati pameran “Whitney Biennial 2017" di Whitney Museum of America. (1)