DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Untuk Mereka yang Terbuang di Tahun 1960-an

image
Catatan Denny JA: Untuk Mereka yang Terbuang di Tahun 1960-an

di tanah yang tak pernah benar-benar hilang dari ingatan.”

Cuplikan di atas diambil dari puisi esai berjudul “Dilema di Tanah Asing.” Ia mewakili perasaan banyak eksil, para pelajar Indonesia sejak tahun 1960-an, yang terpaksa terbuang ke luar negeri akibat dinamika politik di dekade itu. Ada yang terbuang ke Belanda, Perancis, Swedia, Jerman, dan sebagainya.

Puluhan tahun telah berlalu, namun sebagian besar dari mereka masih hidup dalam ketidakpastian, tak bisa pulang ke tanah air yang telah berubah.

Sementara mereka bertahan di negeri asing sebagai manula yang menikmati program kesejahteraan di Eropa Barat.

Namun, dilema yang mereka rasakan jauh lebih dalam daripada sekadar kesejahteraan fisik. Di masa tua mereka, usia delapan puluhan, eksil ini tetap terombang-ambing antara kerinduan akan tanah air dan keterasingan dalam lingkungan baru yang tak pernah benar-benar menerima mereka sebagai bagian dari dirinya. 

Dilema perasaan itu yang serentak terbayang setelah saya membaca berita. Pada tahun 2023, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengumumkan. Sebanyak 134 eksil yang tersebar di luar negeri akan dinyatakan sebagai “bukan pengkhianat negara.” 

Mereka akan diakui sebagai orang-orang yang “tidak terlibat” dalam PKI dan tidak bersalah atas tuduhan yang selama ini melekat pada mereka. 

Langkah ini merupakan pengakuan yang sangat penting. Tetapi bagi mereka yang telah lama terasing, pertanyaan besar yang muncul adalah: Apakah pengakuan ini datang terlambat?

Eksil yang masih hidup kini berusia di atas 80 tahun. Mereka telah menghabiskan hidup dalam kerinduan yang tak tertahankan akan tanah air yang tidak bisa mereka kunjungi.

Sementara di sisi lain, mereka menghadapi ketidakpastian hidup di negeri asing. Mereka tidak pernah memiliki “sarang” yang pasti.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sumber: Rilis

Berita Terkait