DECEMBER 9, 2022
Nusantara

Ketika Orang Pintar Pun Jadi Jongos: Menyambut Pertunjukkan Teater The Jongos di Yogyakarta

image
Ketika Orang Pintar Pun Jadi Jongos: Menyambut Pertunjukkan Teater The Jongos di Yogyakarta (Cosmoabc.com/Kiriman)

Busil dan Kotto mendiskusikan nasib mereka setelah kematian tuan mereka sang hakim. Apakah mereka memilih tunduk atau menolak oligarki? 

Beranikah mereka tak menjadi The Jongos bagi oligarkhi, meskipun berarti mereka harus hidup sebagai gelandangan?

Karakter-karakter dalam skenario ini, terutama Tuan Hakim, ditampilkan dengan kompleksitas moral. Terjadi pergulatan batin antara integritas dan korupsi. 

Baca Juga: 4 Lukisan Karya Denny JA Artificial Intelligence: Hening Adalah Bahasa Tuhan

Dialog yang tajam dan lucu, juga penggunaan simbolisme memperkuat pesan moral yang disampaikan.

-000-

Teater memang telah lama digunakan sebagai medium untuk menyampaikan kritik sosial. Ia memberikan suara kepada yang tertindas, dan mengajak penonton untuk berpikir kritis tentang isu-isu masyarakat. (1)

Baca Juga: Denny JA Terbitkan Buku Baru: Dengan Science, Memenangkan Pilpres 2024, Transkrip 100 Video Ekspresi Data

Membaca naskah The Jongos, saya pun teringat simbolisme dari 

"The Crucible.” Naskah ini ditulis oleh Arthur Miller pada tahun 1953. Drama ini menggambarkan perburuan penyihir Salem pada abad ke-17.

Tetapi itu sebenarnya merupakan alegori untuk McCarthyism di Amerika Serikat pada 1950-an. Itu era ketika begitu banyak seniman, intelektual dan politisi yang diburu karena diduga bagian dari jaringan komunisme.

Baca Juga: Inspirasi Politik dari Mata Air Bung Karno dan Sjahrir: Pengantar dari Denny JA untuk Buku Puisi Esai Isti Nugroho

Perburuan atas para komunis (diduga) abad 20 itu mirip seperti perburuan atas penyihir (diduga) abad 17.

Halaman:
1
2
3
4
5
Sumber: Kiriman

Berita Terkait