Diskusi Kreator Era AI, Satrio Arismunandar: Masa Depan Aplikasi AI di Indonesia Menjanjikan, Meski Ada Tantangan
- Penulis : Maulana
- Kamis, 24 Oktober 2024 17:19 WIB
COSMOABC.COM – Masa depan aplikasi AI (Artificial Intelligence) di Indonesia tampak menjanjikan, dengan adopsi yang semakin luas di berbagai sektor seperti pemerintahan, bisnis, pendidikan, dan kesehatan. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar.
Satrio Arismunandar menanggapi tema diskusi Masa Depan AI di Indonesia. Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 24 Oktober 2024 itu diadakan oleh Kreator Era AI berkolaborasi dengan Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.
Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu akan menghadirkan narasumber Wisnu Nugroho, Managing Editor InfoKomputer. Diskusi itu akan dipandu oleh Jonminofri Nazir dan Anick HT.
Satrio mengungkapkan, meski tampak menjanjikan, perkembangan AI di Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Satrio, tantangan pertama adalah ketersediaan data dan infrastruktur teknologi. Aplikasi AI memerlukan data dalam jumlah besar dan berkualitas, namun masalah terkait akses data dan keamanan masih menjadi kendala di Indonesia.
“Selain itu, infrastruktur komputasi awan (cloud computing) dan internet belum merata di seluruh wilayah,” ujarnya.
Baca Juga: Kreator Era AI dan SATUPENA akan Gelar Diskusi Masa Depan AI di Indonesia Bersama Wisnu Nugroho
Komputasi awan yang dimaksud Satrio adalah layanan yang memungkinkan pengguna mengakses dan menggunakan sumber daya komputasi (seperti server, penyimpanan data, aplikasi, dan jaringan) melalui internet, tanpa perlu memiliki atau mengelola infrastruktur fisik secara langsung.
Dengan kata lain, teknologi ini memungkinkan data dan aplikasi disimpan serta dijalankan di server jarak jauh (cloud), bukan di komputer lokal atau server internal perusahaan.
Selain itu, ungkap Satrio, keterbatasan tenaga ahli dalam pengembangan dan penerapan AI menjadi salah satu tantangan besar. Perlu peningkatan literasi teknologi dan pelatihan keterampilan AI bagi masyarakat dan tenaga kerja lokal.
“Ditambah lagi, regulasi yang jelas tentang privasi data, keamanan siber, dan penggunaan AI secara etis masih dalam tahap pengembangan,” tutur Satrio.
“Regulasi yang terlalu ketat atau ambigu bisa memperlambat inovasi, sementara aturan yang longgar bisa menimbulkan risiko sosial,” lanjutnya.
Hal lain yang disorot Satrio adalah ketimpangan akses teknologi. Daerah-daerah terpencil masih menghadapi tantangan akses teknologi dan internet yang memadai. Hal ini dapat memperlambat pemerataan manfaat AI di seluruh negeri.
Dalam kaitan itu, Satrio mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang telah meluncurkan inisiatif seperti Making Indonesia 4.0 dan berbagai program transformasi digital.
“Kebijakan dan investasi yang tepat akan mendorong penerapan AI di sektor industri dan pelayanan publik,” jelasnya. ***