Timur Tengah Memanas, Norwegia dan Yordania Minta Warganya Tinggalkan Lebanon dan Israel
- Penulis : Maulana
- Sabtu, 29 Juni 2024 22:40 WIB
COSMOABC.COM - Timur Tengah memanas, Norwegia dan Yordania meminta warga negara mereka untuk meninggalkan Lebanon dan Israel. Hal itu berkaitan dengan risiko keamanan terkait kemungkinan konflik antara Lebanon dengan Israel.
"Pada Oktober tahun lalu, Kementerian Luar Negeri Norwegia mendesak warga Norwegia untuk meninggalkan (Lebanon). Seruan ini masih relevan ....," kata Kemenlu Norwegia.
"Kementerian Luar Negeri juga menyarankan untuk tidak berkunjung ke Israel jika tidak terlalu penting," kata Kemenlu menambahkan.
Baca Juga: Lebanon Disebut Luncurkan 35 Rudal ke Israel Utara
Kementerian tersebut memandang situasi di Lebanon "tidak dapat diprediksi" dan kemungkinan bisa memburuk dengan cepat.
Tembakan artileri, rudal, dan serangan pesawat tak berawak terjadi setiap hari di perbatasan Israel-Lebanon, yang dapat meningkat menjadi aksi militer besar-besaran, kata Kemenlu Norwegia.
Sementara itu melalui platform X, Kementerian Luar Negeri Yordania juga mendesak warga negaranya untuk "tidak berkunjung ke Republik Lebanon," dengan alasan keamanan dan perkembangan di wilayah tersebut.
Baca Juga: Semakin Panas! Hizbullah Lebanon Serang 2 Posisi Militer Israel
Situasi di perbatasan Israel-Lebanon memburuk setelah pertikaian antara Israel dan gerakan Palestina Hamas meningkat mulai Oktober 2023.
Tentara Israel dan pejuang Hizbullah gerakan Syiah Lebanon, yang mendukung Palestina dalam konflik dengan Israel, secara rutin baku tembak melintasi perbatasan sejak periode tersebut.
Pada 18 Juni, Israel mengatakan telah menyetujui dan memvalidasi rencana operasional serangan di Lebanon.
Baca Juga: Kutuk Serangan Israel, Sekjen PBB Ogah Lebanon Dibiarkan seperti Gaza
Sedangkan pada Kamis 27 Juni, media Politico dengan mengutip badan intelijen Amerika Serikat melaporkan bahwa bentrokan skala besar antara Israel dan Hizbullah bisa muncul dalam beberapa pekan mendatang.
Bentrokan itu, menurut laporan tersebut, bisa terjadi jika pihak Israel dan gerakan Palestina Hamas tidak mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.***