COS - 14 Juni 2023 Seluruh mata rantai dalam ekosistem pertembakauan, te"> COS - 14 Juni 2023 Seluruh mata rantai dalam ekosistem pertembakauan, te"> COS - 14 Juni 2023 Seluruh mata rantai dalam ekosistem pertembakauan, te"> COSMOABC.COM - cosmoabc.com
DECEMBER 9, 2022

Pekerjaannya Terancam, Buruh Rokok Minta Hal Ini ke DPR

image
Gedung DPR. (Detik)

COS - 14 Juni 2023 Seluruh mata rantai dalam ekosistem pertembakauan, termasuk tenaga kerja, mendesak Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghapus pasal tembakau yang dinilai diskriminatif dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU kesehatan), yakni Pasal 154 sampai Pasal 158. Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menegaskan, Pasal 154-158 Rancangan Undang-Undang Kesehatan tentang Perlindungan Narkotika tampaknya menjadi titik awal kehancuran industri tembakau. Menurutnya, keberadaan pasal-pasal tersebut tidak hanya menyangkut buruh.  "Tidak hanya kita sebagai pekerja yang akan hilang mata pencahariannya, tetapi juga saudara-saudara kita petani tembakau, pekerja seni, dan pedagang yang hidupnya bergantung dari keberadaan industri tembakau," ungkapnya. Pasalnya, kontroversi yang muncul dari aturan tersebut tidak hanya menyangkut pasal 154, tetapi juga pasal 156 yang mengatur tentang standarisasi bungkus rokok. Dikhawatirkan Pasal 156 akan tumpang tindih dengan aturan lain yang sudah ada. Selain itu, pasal ini dipahami memberi Kementerian Kesehatan kekuasaan pengaturan yang melampaui batasnya. Dia menambahkan, menyamakan tembakau dengan produk ilegal, yaitu obat-obatan dan psikotropika, dan produk yang diatur secara ketat, yaitu minuman beralkohol, tidak adil.  "Penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol dalam pasal-pasal bermasalah di RUU Kesehatan menyakiti perasaan kami sebagai tenaga kerja legal yang terus berjuang untuk mencari nafkah halal bagi keluarga kami," ujarnya. Oleh karena itu, FSP RTMM-SPSI mendesak Komisi IX DPR RI untuk mengeluarkan pasal-pasal tembakau tersebut dari RUU Kesehatan. Aturan tersebut dinilai dapat mengancam lebih dari 143 ribu anggotanya yang dapat kehilangan pekerjaan jika pasal-pasal dimaksud diloloskan. "RTMM-SPSI dengan tegas menolak pasal tembakau dalam RUU Omnibus Kesehatan!" terang Sudato. Atas dasar itu, FSP RTMM-SPSI juga berkomitmen untuk tidak akan memilih anggota DPR yang tidak berpihak dan tidak berani membela kepentingan tenaga kerja dengan cara menolak pasal-pasal tembakau pada RUU Kesehatan. "Kami pastikan bahwa kami akan ke Jakarta bila tuntutan kami tidak didengar," tegasnya. Sudarto melanjutkan dengan mengatakan bahwa Pasal Tembakau dalam Undang-Undang Kesehatan mencerminkan kurangnya pemahaman para penyusun aturan tentang fakta dan keadaan industri tembakau dan ekosistem tembakau. Ini dianggap sangat berbahaya.  "RUU Kesehatan disusun seolah tanpa perlu diskusi dengan Kementerian lain yang sudah jelas-jelas memahami karakteristik industri kita, seperti Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian, dan bahkan Kementerian Keuangan. Aturan ini seolah tidak pernah peduli bahwa industri kita industri padat karya," sesalnya. Penolakan FSP RTMM-SPSI juga telah mendapatkan dukungan dari masyarakat melalui petisi yang sudah ditandatangani lebih dari 60 ribu orang. "Untuk itu kami mendesak agar anggota Dewan yang terhormat, khususnya Panja Komisi IX, untuk mengeluarkan pengaturan tembakau dari RUU Kesehatan," pintanya. Sebelumnya, Firman Soebagyo, anggota Badan Legislatif (Baleg) RI, secara khusus mempertanyakan masuknya pasal-pasal tembakau dalam UU Kesehatan. Menurutnya, undang-undang kesehatan sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan penyelenggaraan kesehatan masyarakat dan bukan untuk mengatur barang tertentu.  "Saya menyimpulkan bahwa pertanyaannya, ada apa Kementerian Kesehatan menyisipkan pasal ini? Ini penggelapan pasal namanya. Penggelapan pasal yang tidak menjadi domain daripada undang-undang ini karena undang-undang ini mengatur tata kelola kesehatan," ujarnya usai diskusi Forum Legislasi dengan tema "Mengkaji Lebih Dalam Zat Adiktif di RUU Kesehatan" di Gedung DPR. Berdasarkan hal itu, Firman, anggota DPR dari Partai Golkar, menduga ada motif atau kepentingan tertentu di balik pasal produk tembakau dalam UU Kesehatan. (Fa, Dtk, Cos)    

Berita Terkait