Pengadilan Inggris akan Tentukan Sikap Soal Penangkapan Netanyahu
- Penulis : Maulana
- Selasa, 26 November 2024 18:56 WIB
COSMOABC.COM - Pertanyaan terkait pelaksanaan surat perintah penangkapan internasional untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya akan ditentukan melalui proses di pengadilan, kata seorang pejabat tinggi Inggris pada Senin (25 November 2024).
Mantan Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel telah menanyakan tanggapan pemerintah soal surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Netanyahu serta mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant atas kejahatan perang di Gaza.
"Pemerintah akan mematuhi kewajiban internasional kami," kata wakil menteri luar negeri untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Hamish Falconer, dalam tanggapannya.
Baca Juga: Menhan: Netanyahu dan Gallant Bisa Ditangkap Bila Berkunjung ke Italia
"Ada proses hukum dan domestik di dalam pengadilan independen kita yang menentukan apakah akan mendukung surat perintah penangkapan oleh ICC," ujarnya.
Dia juga mengatakan, "Proses ini belum pernah diuji karena Inggris belum pernah dikunjungi oleh terdakwa ICC."
Falconer menyebutkan bahwa parlemen menganggap supremasi hukum internasional sebagai komitmen penting.
Baca Juga: Lebanon Puji Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu
"Mahkamah Pidana Internasional merupakan badan utama yang penting dalam menegakkan norma-norma ini dan isu-isu terkait yurisdiksi dan komplementaritas telah disidangkan oleh Kamar Pra Peradilan. Tiga hakim telah mengeluarkan temuan mereka, dan menurut saya kita harus menghormatinya."
Semua tindakan pemerintah saat ini akan dipandu oleh hukum internasional, katanya.
ICC pekan lalu mengumumkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024 di Jalur Gaza.
Serangan genosida Israel di Gaza terus berlanjut sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, dan telah menewaskan lebih dari 44 ribu orang, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.