COS - 10 Agustus 2023 Korporasi raksasa di Eropa bisa merugi hingga 100 miliar euro atau sekitar Rp 1,668 triliun (asumsi kurs Rp 16.680 per euro) menyusul keputusan memutus perdagangan dengan Rusia. Survei Financial Times terhadap 600 laporan keuangan perusahaan menemukan bahwa 176 bisnis kehilangan uang karena penjualan yang lebih rendah, penutupan bisnis, dan berkurangnya aktivitas bisnis di Rusia setelah menginvasi Ukraina. Survei tersebut juga tidak memasukkan dampak ekonomi makro tidak langsung dari perang Rusia-Ukraina. Misalnya, biaya energi meningkat dan bahan baku menjadi semakin mahal. Meski begitu, kerugian ini akan lebih besar seandainya perusahaan tersebut tidak menjadi musuh Rusia. [caption id="attachment_17556" align="alignnone" width="300"] presiden rusia(tribuncom)[/caption] "Perusahaan kehilangan banyak pendapatan setelah meninggalkan Rusia, mereka yang bertahan menghadapi risiko kerugian yang jauh lebih besar," kata Nabi Abdullaev, konsultan strategis Control Risks, seperti dikutip Financial Times, Rabu (8/9/2023). “Ternyata cut and run adalah strategi terbaik bagi perusahaan untuk memutuskan apa yang harus dilakukan di awal perang,” jelasnya. Semakin cepat Anda bertindak, semakin rendah kerugian Anda.” Seperti banyak perusahaan di Eropa, perusahaan yang beroperasi di sektor energi mencatat kerugian terbesar. Tiga di antaranya, BP, Shell dan TotalEnergies, mengalami kerugian total 40,6 miliar Euro atau Rp 677,2 triliun. Untungnya, berkat melonjaknya harga energi global, khususnya di benua hijau, ketiga perusahaan ini masih mampu meraup keuntungan gabungan sekitar 95 miliar euro atau Rp 1.584,6 triliun tahun lalu. Selanjutnya, kerugian terbesar kedua dialami oleh perusahaan di sektor utilitas, otomotif, dan keuangan. Menurut laporan tersebut, total kerugian perusahaan Eropa yang terlibat dalam sektor utilitas mencapai 14,7 miliar euro, mobil 13,6 miliar euro, dan perusahaan keuangan (perbankan, asuransi, investasi, dll.) ) 17,5 miliar euro.   (Dil,dtl,cos)